Kamis, 02 Agustus 2007

JAFF

JAFF
Sejak Minggu (29/7) sampai Kamis (2/8) saya kebetulan menjadi salah juri untuk film panjang dalan Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) di Gedung Societeit, Taman Budaya Yogyakarta. Setidaknya saya harus menonton tak kurang dari 15 film selama festival itu berlangsung. Saat jumpa pers menjelang pembukaan, saya sudah mewanti-wanti, kalau event seperti ini diadakan atas nama rutinitas, pastilah tidak akan berdampak sama sekali terhadap kualitas industri perfilman di Tanah Air. Kalau kita tidak juga bisa menciptakan film sekelas "Crossing the Dust" dari Irak (dibikin oleh Korki seorang Kurdi), maka event seperti JAFF tak banyak bermanfaat.Benar pula adanya. Dua film Indonesia yang ikut dalam kompetisi film panjang yakni "Kala" dan "3 Hari untuk Selamanya" benar-benar berada pada standar kualitas film-film yang layak festival. Hal paling mendasar yang selama ini menjadi kelemahan film-film nasional, ketidakmampuan mengartikulasikan gagasan secara baik, jernih, dan sederhana, belum pula mampu diatasi. Dua film ini sama sekali tidak impresif, apalagi mengandung pesan moral yang bisa kita mengerti.Berbeda sekali kalau kita menonton film Irak, Malaysia, dan Singapura. Paling menonjol adalah kehadiran film-film karya Yasmin Ahmad, seorang sutradara Malaysia dengan film seperti "Mukhsin" dan "Gubrah". Dua film ini sudah cukup menjadi indikasi bahwa Yasmin tidak pernah tendensius dalam membuat film. Ia jujur, apa adanya, bahkan nyaris naturalistik. Hal yang paling mengejutkan semua filmnya dibuat dengan low budget, tidak lebih dari Rp 250 juta. Bandingkan dengan film-film Indonesia yang setidaknya mininal menghabiskan dana Rp 1 milyar. Bahkan film "Gie" dari Miles Production dibuat dengan dana Rp 7 milyar. Wow!Yasmin bilang, akan lebih mudah membuat film berdasarkan biografi. Oleh karena itu film "Mukhsin" boleh dikata semi-otobiografi, di mana ia seperti mengulang pengalaman hidup masa kecilnya dengan menonjolkan soal-soal persahabatan, penerimaan terhadap perbedaan secara ikhlas, dan kecintaan yang murni. Bukankah itu nilai-nilai yang nyaris hilang dalam ranah pergaulan modern sekarang ini? Bandingkan dengan film kita "3 Hari untuk Selamanya" misalnya, ia sama sekali tidak mengajarkan apa-apa, bahkan sekadar menghibur pun tidak. Karena banyak sekali peristiwa-peristiwa yang hanya ada dalam film itu, dalam arti tidak rasional atau argumentasinya lemah...Tak salah kemudian dalam rapat dewan juri yang terdiri dari Arya Gunawan (pengamat film), St Sunardi (filsuf) dan saya (wartawan), sama sekali tidak menyentuh perdebatan soal film nasional yang ikut dalam kompetisi. Bahkan kami bertiga menganggap kedua film kita itu sama sekali tidak layak dimasukkan dalam kompetisi tingkat Asia seperti JAFF.Kami kemudian sepakat memenangkan film "Crossing the Dust" untuk mendapatkan perhargaan Golden Hanoman Award. Film ini nyaris tidak memiliki cacat. Jalinan antar peristiwa, bukan hanya menggerakkan alur cerita, tetapi lebih dari itu menguatkan dan menghidupkan karakter para tokohnya. Dan yang paling dicatat, film ini dibuat di tengah kecamuk invasi Amerika ke Irak, tetapi tidak dengan kemarahan. Ia justru menyodorkan sentuhan kemanusiaan yang sublim, sehingga menemukan titik perdamaian sejati. Sebagai seorang Kurdi yang terus-menerus terusir saat rezim Saddam Hussein berkuasa, Kordi membuat film ini tidak dengan rasa benci. Tetapi ia tampil dengan kedamaian dan menyoroti sisi kemanusiaan yang nyaris terlupakan. Korki ingin menyudahi permusuhan tidak dengan rasa benci dan mengobarkan perang baru, tetapi menyentuh kita dengan pengalaman pahit manusia di tengah-tengah kecamuk perang. Dan hebatnya pengalaman pahit itu menyodorkan kesadaran baru: bahwa persahabatan tidak pernah mengenal batas-batas etnis, agama dan kultural....Sekadar tahu, JAFF diikuti tak kurang dari 200 film dan sebagian besar di antaranya berupa film indie dari berbagai daerah dan kota di Indonesia....Sementara inilah catatan yang bisa saya publikasikan, sebelum catatan-catatan yang lebih serius lainnya....salam,Putu Fajar Arcana.

Tidak ada komentar: